Dalam kurun 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pesat. Namun sayang, pertumbuhan ekonomi ini seringkali menyisakan kerusakan lingkungan seiring dengan meningkatnya aktivitas eksploitasi sumber daya alam. Bahkan Indonesia saat ini tercatat menjadi salah satu penyumbang emisi karbon terbesar. Angka ini terus meningkat apabila pola pembangunan cenderung eksklusif dan mengesampingkan dampak lingkungan.
Pertumbuhan seringkali juga menimbulkan kesenjangan spasial terutama di kawasan perdesaan, kepemilikan dan kendali penggunaan lahan bergeser dari konservasi menuju agribisnis, dari petani dan masyarakat desa ke tangan non-petani dan industri modern. Masyarakat desa tidak berdaya menghadapi derasnya investasi yang mengubah ruang sosial mereka secara drastis. Dalam sepuluh tahun perkembangan ini mendorong jutaan petani dan masyarakat desa keluar dari tempat asal mereka mencari penghidupan baru – dengan begitu menimbulkan masalah baru, di kota.
Kondisi ini antara lain melatar belakangi Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada mengembangkan kajian model inkubator kewirausahaan hijau. Melalui pendanaan LPDP / RISPRO, kajian berlangsung pada tahun 2015 hingga 2016.
Kewirausahaan hijau adalah upaya pengembangan produktivitas sosial-ekonomi yang bersumber dari pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya terbarukan yang berbasis komunal. Ini tentu bukan upaya yang mudah karena menyangkut perubahan cara pandang dan tatanan sosial. Berbagai “intervensi hijau” yang banyak diperkenalkan selama ini justru gagal karena diterapkan dari atas (top-down), dengan berbagai target yang berada di luar kendali dan pengetahuan masyarakat sendiri. Beberapa proyek pelestarian lingkungan di berbagai daerah, seperti penetapan wilayah konservasi, malah mengorbankan kepentingan ekonomi masyarakat, yang pada akhirnya bermuara pada penyingkiran masyarakat dari wilayah hidup mereka atas nama pelestarian hutan dan lingkungan.
Dalam kajian ini, dikembangkan pendekatan berbeda dalam intervensi hijau, yaitu: 1) melihat kaitan erat antara kegiatan ekonomi, kondisi lingkungan hidup, kehutanan, dan kehidupan sosial masyarakat; dan 2) menyadari pentingnya partisipasi masyarakat dalam setiap upaya perubahan. Kerangka riset ini bertolak dari pemahaman yang menyeluruh tentang kaitan antara pertumbuhan ekonomi, kondisi lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat.
Tujuan besarnya adalah untuk menanggulangi kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi hijau. Caranya dengan mengembangkan model inkubator kewirausahaan hijau yang berbasis produktivitas pertanian dan perikehidupan rumah tangga desa (rural household livelihood). Riset ini sejalan dengan agenda prioritas pemerintahan Jokowi – yang dikenal dengan sebutan Nawacita – khususnya dalam hal membangun Indonesia dari pinggir (desa) dan menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan dan keamanan manusia (human security).
Publikasi riset telah dihasilkan dari kajian ini, diantaranya dua buah jurnal yang bisa diakses secara online, yakni : 1) Model Inkubator Kewirausahaan Hijau: Studi Kasus di Desa Nglanggeran, Kabupaten Gunungkidul (https://ejournal.kemsos.go.id/index.php/jpks/article/view/1183/819); dan 2) Democratic Model for Village Economic Resources in Nglanggeran, Gunungkidul (https://jurnal.ugm.ac.id/jsp/article/view/28738). (Rsmf,2019)