“Buku, yang berisi landasan pikir dan pelaksanaan Sekolah Hijau di tiga desa di Jambi dan Solok Selatan, telah memberikan pelajaran berharga, baik bagi pengembangan Sekolah Hijau di ketiga desa maupun bagi kemungkinan replikasinya di desa-desa lain di Indonesia.”
Prof. Dr. Ir. M. Maksum Machfoedz, M.Sc. (Wakil Ketua Umum PBNU dan Ketua Streering Commitee Konsorsium KEMALA)
Penerbitan buku “Sekolah Hijau: Alternatif Model Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan” ini merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban Konsorsium KEMALA, tidak hanya terbatas kepada daerah sasaran program, tetapi juga masyarakat yang lebih luas. Sebagai model alternatif dalam pemberdayaan masyarakat, buku ini menawarkan pemikiran yang telah diujicobakan beberapa saat di kawasan program dan karena adopsinya memiliki validitas sangat memadai. Sebagai Ketua Steering Committe KEMALA, saya sungguh merasa bangga atas penerbitannya.
Konsorsium KEMALA merupakan kolaborasi dari 4 (empat) lembaga, yaitu Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-PBNU), Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM (PUSTEK UGM), Pusat Studi Energi UGM (PSE UGM), dan Center For Civic Engagement and Studies (CCES) Yogyakarta. Lembaga-lembaga tersebut sejak lama dikenal luas memiliki komitmen dan perhatian serius terhadap kajian dan pola pemberdayaan untuk mendorong perubahan sosial ekonomi yang lebih berkualitas dan demokratis.
Buku yang berisi landasan pikir dan pelaksanaan Sekolah Hijau di tiga desa di Jambi dan Solok Selatan, telah memberikan pelajaran berharga baik bagi pengembangan Sekolah Hijau di ketiga desa maupun bagi kemungkinan replikasinya di desa-desa lain di Indonesia. Ada beberapa hal yang patut digaris bawahi, yakni:
Pertama, keberdayaan desa adalah soal pandangan atau paradigma. Sekira dipandang pengetahuan selalu berada di luar desa, maka tidaklah berkembang pengetahuan tradisional yang dimiliki warga desa puluhan tahun lamanya. Maka warga desa tidak percaya bahwa ilmu pengetahuan adalah modal utama bagi kemajuan desanya, melebihi modal finansial maupun alam mereka. Akibatnya akan terjadi ketergantungan permanen desa kepada kekuatan di luar mereka. Demikian pula, sekira dipandang pemuda tidak dapat dipercaya maka mereka enggan berbuat banyak untuk kemajuan desa. Kebanyakan mereka pergi karena melihat masa depan ada di luar desa. Sekolah Hijau di ketiga desa membuat kita memandang dengan cara yang berbeda, karena apa yang kita percaya adalah apa yang akan terjadi di desa ke depannya. Percayalah, masa depan selalu menjadi milik kaum muda desa.
Kedua, kemajuan desa adalah soal menjadi diri sendiri. Ini berkaitan dengan pelajaran pertama, di mana membangun desa bukan berarti membentuk desa menjadi seperti yang bukan mereka. Apa yang datang dari luar desa harus mengikuti apa yang ada di desa, bukan sebaliknya. Jadi semua bermula dari desa, baik itu mimpi, cita-cita, tujuan, harapan, keinginan, kemauan, semangat, dan semua nilai-nilai baik lain yang menyertainya. Semua itu berawal dari apa yang ada di desa, bukan pula sebaliknya. Seperti Roosevelt pernah berkata, “bertahun-tahun orang kesana-kemari mencari kunci kesuksesan, sampai kemudian dia sadar bahwa kunci itu ada di sakunya sendiri”. Sekolah Hijau di ketiga desa membuat kita sadar bahwa kita hanya perlu menjadi teman belajar bagi desa. Setelah warga desa selesai dengan diri mereka, tidak ada yang dapat mewujudkan mimpi kecuali mereka yang punya.
Ketiga, perubahan mendasar terjadinya pasti lama. Berubahnya desa tidak seperti lari sprint yang butuh kecepatan, tetapi seperti lari marathon yang perlu stamina. Jarak yang jauh ditempuh lebih lama, meskipun kita dapat mempercepatnya. Melepas petani dari tengkulak misalnya, perlu waktu karena terjadinya sudah puluhan tahun lamanya. Kita hanya perlu mulai melangkah, dengan keyakinan bahwa seribu langkah besar selalu bermula dari satu langkah kecil saja. Sekolah Hijau di ketiga desa meyakinkan kita bahwa perubahan memerlukan ketahanan, kesabaran, ketangguhan, karena selalu ada tarik menarik diantara kekuatan yang ada di desa. Hal baik tidak selalu banyak pendukungnya. Selalu ada yang ingin bertahan, dan selalu ada yang hendak mengubahnya. Bukan lagi soal tua muda. Orang tua yang bergabung dalam barisan perubahan maka ia adalah muda, sedangkan anak muda yang enggan maka sesungguhnya ia menua sebelum waktunya.
Akhirnya proses yang berjalan satu setengah tahun ini meyakinkan kita bahwa Sekolah Hijau yang dikembangkan oleh Konsorsium KEMALA perlu ada di desa-desa Indonesia, dan tentu saja perlu terus ada di ketiga desa. Ini karena bukan saja padi dan jagung yang perlu dipupuk dan disiram, tetapi juga petaninya. Tidak saja perlu dipilih bibit-bibit padi yang baik untuk meningkatkan hasil panennya, melainkan juga tunas-tunas muda penerus pertanian desa. Alangkah baik menanam padi dan pohon jati, tetapi jangan lupa menanam manusia juga. Jangan membangun irigasi, bendungan, jalan, dan bermacam infrastruktur lainnya saja, tetapi bangun jugalah pabrik pengetahuan desa, dan lahan untuk menanam manusia dan pabrik tempat memproduksi pengetahuan desa itu Sekolah Hijau namanya. Kritik dan saran tentu sangat dibutuhkan dalam penulisan buku ini, dan karenanya sangat diharapkan. Wassalam.
Lahirnya buku ini dipicu oleh program multidisiplin yang dijalankan oleh “KEMALA”, yang merupakan akronim dari Konsorsium untuk Energi Mandiri dan Lestari. Konsorsium ini tersusun atas 1) Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-PBNU), sebagai pimpinan Konsorsium, 2) Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (PSE UGM), 3) Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (PSEK UGM), dan 4) Center For Civic Engagement and Studies (CCES). Konsorsium ini dimulai bulan Juli 2016 sampai Februari 2018 dengan menjalankan program berjudul “Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin melalui Usaha Hijau yang Didukung oleh Energi Terbarukan” di satu desa di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat dan dua desa di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.
download buku elektronik : Buku Sekolah Hijau
Untuk mendapatkan buku cetak
Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) Universitas Gadjah Mada
Kompleks Bulaksumur, Jl. Mahoni B-2 Yogyakarta 55281
Telp./Faks.: (0274) 555664
Email: ekonomikerakyatan@ugm.ac.id