Tanjabtim – Program Pemberdayaan Masyarakat “Sekolah Hijau” diterapkan oleh PSEK UGM di tiga desa terpencil yang belum mendapat akses listrik di Jambi dan Sumatera Barat. Ketiga desa tersebut adalah Desa Sungai Rambut, Desa Rawasari dan Jorong Tandai Bukik Bulek.
Program ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan besar KEMALA (Konsorsium Energi Mandiri Lestari) dengan payung besar Proyek “Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin Melalui Praktek Usaha Hijau yang Didukung Energi Terbarukan” yang dijalankan pada periode Juli 2016-Feb 2018. Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM bersama tiga lembaga anggota KEMALA yang lain (Lakpesdam PBNU, Pusat Studi Energi UGM dan CCES) merupakan inisiator gagasan program Sekolah Hijau ini.
Pasca program tersebut hingga pertengahan tahun 2019 ini, kegiatan program tersebut masih terus berjalan. Hal ini diketahui sebagaimana informasi dari peneliti PSEK UGM, Satriyantono Hidayat, yang melakukan kunjungan singkat di lokasi program. Usaha yang dirintis pada awal pendampingan masih berlanjut melalui aktifitas usaha hijau yang tetap dijalankan oleh warga dan dimotori oleh kader hijau (warga desa setempat yang mendapat pendampingan intensif selama program).
Selama berlangsungnya program, dalam payung program Sekolah Hijau, kader hijau mendapat bekal teori dan pengetahuan praktis wirausaha hijau termasuk ketrampilan teknis sebagai teknisi PLTS. Kunjungan peneliti juga menghasilkan beberapa temuan lain terkait upaya optimalisasi, keberlanjutan, dan kemanfaatan program untuk masyarakat desa setempat ke depannya.
Kunjungan peneliti selama lima hari adalah bertujuan untuk monitoring keberlanjutan pasca program, kajian singkat dampak program terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat, serta mediasi beberapa persoalan yang terjadi terkait pengelolaan aset dan manajemen usaha yang dijalankan.
Selama kunjungan, peneliti menemui tokoh-tokoh masyarakat, kader hijau dan warga miskin. Tokoh-tokoh yang ditemui antara lain Kepala Desa, Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa), Ketua BUMDes, Sekretaris BUMDes, Kepala Pustu (Puskesmas Pembantu), mantan sekretaris desa, ketua Kelompok Wanita Tani (KWT).
Desa Rawasari dan Sungai Rambut merupakan dua desa terpencil di Kecamatan Berbak, Provinsi Jambi, yang terletak di muara Sungai Batanghari di pantai timur Pulau Sumatera. Untuk mencapai kedua desa tersebut kita harus menyeberang Sungai Batanghari menggunakan perahu kecil bermesin kecil yang oleh warga setempat biasa disebut perahu ketek atau robin.
Proyek KEMALA yang didanai oleh MCA-Indonesia berjalan selama kurang lebih 20 bulan, dengan fokus proyek pada tiga hal, yaitu: pemasangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), penerapan Sekolah Hijau, dan pendampingan UMKM berbasis energi terbarukan. Selain melaksanakan kegiatan transfer pengetahuan, proyek juga menghibahkan aset-aset produktif kepada desa untuk dikelola oleh lembaga usaha ekonomi desa setempat. Di Desa Rawasari, aset-aset dihibahkan kepada BUMDes, sedangkan di Desa Sungai Rambut aset diserahkan kepada Koperasi Tunas Muda Nusantara. Kedua lembaga ini digerakkan dan dimotori oleh kader hijau.
Kondisi pasca program di Desa Rawasari terlihat bahwa unit PLTS pada umumnya masih berfungsi dengan baik. PLTS di Desa Rawasari digunakan untuk listrik penerangan rumah-rumah warga (sistem SHS, Solar Home Sistem), fasilitas umum dan untuk mendukung kegiatan UMKM. Gedung Sekolah Hijau mendapat pasokan PLTS terbesar yaitu 7.600 wp (wattpeak), digunakan untuk menjalankan mesin RO (Reverse Osmosis) atau mesin penyulingan air bersih, menghidupkan lemari pendingin (kulkas), dan menghidupkan lampu penerangan.
Bahkan saat ini, untuk menjalankan mesin RO pada malam hari, listrik gedung mendapat suplai tambahan 10.000 wp dari unit PLTS di Kantor Kepala Desa yang lokasinya tidak jauh. PLTS tersebut merupakan hibah dari proyek GTS Jerman (2012) yang merupakan proyek berbeda. Selain hal itu, beberapa kerusakan unit PLTS juga ditemui, yaitu seperti inverter di Dusun N yang seharusnya digunakan untuk menghidupkan listrik 2.000 wp saat ini masih dalam kondisi rusak dan belum ada perbaikan.
Namun demikian, inverter lain yang terpasang di masjid tetap dapat dimanfaatkan untuk kegiatan masyarakat dan penerangan jalan di lokasi tersebut. Untuk listrik penerangan di rumah-rumah, terhitung terdapat 224 keluarga yang mendapat bantuan PLTS SHS masing-masing sebesar 100 wp, dimana umumnya digunakan untuk menghidupkan 3-4 lampu penerangan.
Bedasar informasi kader hijau, kondisi PLTS SHS secara umum masih berfungsi baik. Adapun keluhan yang umumnya terjadi adalah terkait lampu yang putus atau aki yang tidak menyimpan daya. Teknisi lokal pada dasarnya masih bisa menangani keluhan warga ini melalui kunjungan ke rumah masing-masing.
Kegiatan UMKM di Desa Rawasari yang dirintis pada saat proyek KEMALA berjalan dan masih berlangsung hingga saat ini adalah usaha penyulingan air bersih “ARDAWA” yang dijalankan di bawah payung BUMDes. Produk air galon yang dihasilkan hanya dijual kepada warung-warung di seluruh Desa Rawasari dengan harga Rp 4.000, untuk kemudian mereka memasarkan ke warga dengan harga antara Rp 5.000 – Rp 6.000.
Usaha penyulingan air bersih ini mampu menghasilkan penghasilan kotor rata-rata sebesar Rp 3,4 juta per bulan, dengan keuntungan bersih rata-rata Rp 1,3 juta per bulan yang disetorkan kepada desa. Usaha ini saat ini menyerap 2 orang pekerja desa dengan penghasilan rata-rata Rp 800 ribu per bulan. Untuk meningkatkan volume usaha, BUMDes memberikan bantuan modal sebesar Rp 18 juta untuk membeli mesin RO tambahan berkapasitas 500 galon/hari, membuat kapasitas mesin sekarang menjadi 1000 galon/hari.
Untuk kegiatan usaha lainnya, yaitu usaha peternakan itik, penetasan telur, pembuatan keripik pisang dan kerupuk ikan, saat ini tidak lagi berjalan dengan rutin. Usaha penetasan telur dan pembuatan makanan keripik dan kerupuk tidak berjalan karena kelompok ibu-ibu yang menjalankan kurang mendapat keuntungan yang berarti (hanya kurang lebih Rp 6.000 sampai 8.000 per hari per orang), dan sekarang beralih ke usaha lain yang lebih menghasilkan seperti pengemasan bibit jelutung (bisa menghasilkan Rp 30.000 sampai 40.000 per hari per orang). Sedangkan usaha peternakan itik, saat ini dijalankan oleh beberapa keluarga yang mendapat bantuan itik dari desa, menggunakan kandang yang dibangun menggunakan dana proyek KEMALA.
Untuk keberlanjutan usaha, peneliti memberikan saran kepada pengurus BUMDes untuk meningkatkan volume usaha melalui perluasan pasar ke konsumen potensial di desa-desa tetangga seperti Desa Rantau Makmur dan Desa Telogo Limo, menambah investasi alat transportasi, dan menambah pekerja di bidang pemasaran dan pengantaran.
Peneliti juga menyarankan untuk melanjutkan kembali penarikan tabungan PLTS warga yang sementara ini terhenti karena kesibukan ibu-ibu penarik iuran. Selain hal di atas, BUMDes juga disarankan untuk membuat inovasi program sosial kepada masyarakat sebagai salah satu tanggung jawab sosial BUMDes. Program yang dapat dijalankan antara lain mendukung program arisan jamban untuk keluarga di desa atau subsidi air galon kepada keluarga miskin.
Di desa berikutnya, Desa Sungai Rambut, peneliti melakukan kunjungan yang sama selama 2 hari. Lain dengan Desa Rawasari, PLTS di Desa Sungai Rambut hanya dipasang secara terpusat di gedung sekolah hijau. Listrik terpasang sebesar 19.900 wp, dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan UMKM dan Sekolah Hijau. Namun demikian, sebagaimana dilaporkan oleh kader hijau setempat sebelumnya, terdapat 3 inverter (dari 5 yang ada) rusak yang mengakibatkan mesin RO yang digunakan untuk penyulingan air minum tidak berfungsi selama hampir 3 bulan.
Kerusakan diduga akibat hubungan arus pendek atau tersambar petir. Untuk menindaklanjuti hal ini, kedatangan peneliti ditemani oleh Irawan Eko Prabowo, tenaga ahli PLTS dari Pusat Studi Energi UGM, yang akan membantu melakukan perbaikan dan pengaturan ulang konfigurasi PLTS. Hasilnya, dari 3 inverter yang rusak, 1 dapat diperbaiki, 2 sisanya harus dibawa ke Jogja untuk penanganan selanjutnya. Perbaikan demikian, untuk selanjutnya dapat menghidupkan kembali listrik PLTS sebesar 11.000 wp yang selanjutnya dapat dioptimalkan untuk menjalankan mesin RO penyulingan air minum dan mengaktifkan kembali usaha yang dijalankan.
Sebagaimana di Desa Rawasari, usaha UMKM yang dirintis di Desa Sungai Rambut semasa proyek KEMALA ada 4, yaitu, pengolahan air minum, peternakan ayam, penetasan telur ayam, dan pembuatan kerupuk ikan dan keripik pisang. Usaha ini dijalankan di bawah payung Koperasi Tunas Muda Nusantara (TMN), di bawah binaan Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Usaha pengolahan air minum “ADESRAM” saat ini terus berjalan dan mampu menghasilkan keuntungan bersih rata-rata sekitar Rp 1,5 juta per bulan, dan mempekerjakan 3 orang karyawan dari warga desa setempat. Walaupun harus berhadapan dengan beberapa usaha sejenis di desa yang sama maupun di desa tetangga, air minum ADESRAM mampu bersaing dan memberikan air dengan kualitas yang lebih baik daripada pesaingnya. Hal ini membuat produk ADESRAM dicari oleh konsumen dari desa-desa tetangga yang memerlukan air kemasan galon dengan kualitas tinggi dan harga terjangkau.
ADESRAM saat ini dijual dengan harga Rp 3.500 untuk penduduk desa setempat dan Rp 4.500 untuk desa tetangga. Untuk usaha lain yang dijalankan, yaitu peternakan ayam, kondisinya saat ini masih berjalan, walaupun tidak lagi dijalankan oleh kelompok namun oleh perorangan dengan perjanjian bagi hasil. Dengan modal 9 ayam indukan dan 3 ayam pejantan, saat ini telah berkembang menjadi sekitar 50-80 ayam yang diternakkan di kandang ayam yang telah dibangun. Untuk usaha penetasan telur saat ini tidak lagi berjalan, karena peternak merasa lebih mudah menetaskan telur secara alami daripada menggunakan mesin.
Sedangkan usaha pembuatan makanan kerupuk ikan dan keripik pisang tidak lagi berjalan, karena alasan kesibukan dari ibu-ibu anggota kelompok di rumah masing-masing. Namun demikian, selepas kunjungan peneliti, ibu-ibu anggota koperasi bertekad untuk menghidupkan kembali kelompok ini dan mengaktifkan kembali usaha yang dijalankan.
Salah satu hal yang menjadi perhatian peneliti di Desa Sungai Rambut, adalah adanya perselisihan pengurus Koperasi TMN dengan pengurus BUMDes terkait pengelolaan aset peninggalan proyek KEMALA. Untuk membantu memberikan solusi atas hal ini, maka peneliti menggagas pertemuan mediasi yang dihadiri Kepala Desa, perangkat desa terkait (sekretaris desa, kaur perencanaan dan kaur pemerintahan), pengurus Koperasi TMN dan pengurus BUMDes.
Hasil pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk menindaklanjut kerjasama antara Koperasi TMN dan BUMDes, melalui pengajuan proposal permohonan modal penyertaan BUMDes kepada Koperasi TMN disertai usulan kegiatan dan rincian anggarannya oleh pengurus Koperasi TMN, untuk kemudian dirapatkan di internal pengurus BUMDes untuk proses persetujuannya.
Kepala Desa juga menganjurkan Koperasi TMN untuk lebih memperhatikan kebutuhan warga desa setempat dibanding warga desa tetangga, serta menyarankan kegiatan-kegiatan sosial kepada warga agar mereka juga dapat ikut merasa memiliki usaha yang dijalankan oleh Koperasi TMN, antara lain bisa berupa sumbangan gratis galon air kepada beberapa aktifitas warga. Untuk ini Koperasi TMN setuju untuk mewujudkan program sumbangan 5 galon air untuk acara yasinan warga (tiap minggu), 10 galon air untuk acara hajatan warga (perkawinan dan sunatan), dan bantuan 2 galon air per bulan untuk keluarga-keluarga miskin. (SH)