Kampanye Hijau Ala Jorong Tandai Bukik Bulek “Ayo Bangkit Jorongku Mandiri dan Lestari”

Solok Selatan, telah dilaksanakan acara Kampanye Hijau di Jorong Tandai Bukik Bulek, Nagari Lubuk Gadang Timur, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Acara diselengarakan dan digagas oleh Kader Hijau Jorong Tandai Bukik Bulek dan didukung oleh KEMALA (Konsorsium Energi Mandiri Lestari), sebuah organisasi yang peduli kepada pengembangan energi terbarukan, gabungan dari empat lembaga yaitu Lakpesdam PBNU, PSEK UGM, PSE UGM dan CCES. KEMALA menjalankan program Pengembangan Sumber Daya Alam Berbasis Komunitas dengan dukungan dana dari proyek PSDABM Window-2 MCA- Indonesia.

Slogan “Ayo Bangkit, Jorongku Mandiri dan Lestari!” diangkat sebagai tema acara Kampanye Hijau. Menurut M. Yusuf, Kepala Jorong Tandai Bukik Bulek, tema ini sangat bagus untuk diangkat karena masyarakat Jorong Tandai Bukik Bulek harus bisa mandiri secara ekonomi mengingat tanah yang subur untuk pertanian. “Selain itu, kelestarian alam harus kita jaga untuk anak cucu kita nanti,” terangnya.

Acara Kampanye Hijau berlangsung sebagai puncak dari rangkaian kegiatan yang diselenggarakan selama tiga hari dengan melibatkan kelompok petani, perempuan, pemuda hingga anak-anak. Berbagai lomba telah dilakukan, mulai dari lomba makan kerupuk, tarik tambang, bola voli hingga menghias tempat sampah. Acara ini juga dihadiri oleh Bapak Yudedi, perwakilan BAPPEDA Kabupaten Solok Selatan; Bapak David dari Balai Taman Nasional Kerinci Seblat, perwakilan BLH, serta ibu-ibu PKK Nagari Lubuk Gadang Timur.

PEMDA Solok Selatan melalui BAPPEDA memberikan dukungan penuh atas program KEMALA. Melalui program ini, harapannya bisa menjadi batu loncatan atau Pilot Project pemberdayaan masyarakat dipinggir kawasan hutan di tempat yang lain. Mengingat wilayah Jorong termasuk dalam zona khusus di bawah otoritas Taman Nasional juga telah mendapatkan izin dari TNKS. Dukungan dari pihak TNKS disampaikan juga dalam Kampanye Hijau, “Harapan kami, hal ini tidak hanya dilakukan di Jorong Tandai Bukik Bulek, tetapi juga dilakukan di jorong-jorong lainnya yang berbatasan dengan wilayah TNKS,” ujarnya.

Antusiasme masyarakat dan dukungan dari Pemerintah dan pihak lain terkait di Kabupaten Solok Selatan pada acara ini merupakan hal yang positif untuk keberlangsungan program. Hal ini juga menjadikan sinyal positif untuk keberlangsungan program terkait pemberdayaan masyarakat dengan tema energi terbarukan di Jorong Tandai Bukik Bulek (KM KEMALA).

Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin Melalui Praktek Usaha Hijau yang Didukung Energi Terbarukan

Pembangunan Desa Berkelanjutan

Dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pesat. Tahun 2014 Indonesia masuk jajaran sepuluh besar perekonomian dunia. Pertumbuhan tersebut harus dibayar mahal dengan ongkos sosial dan ekologis. Pesatnya pertumbuhan ekonomi berbanding terbalik dengan Indeks pembangunan manusia Indonesia yang masih rendah, justru meningkatkan kesenjangan sosial dan spasial (geografis). Kerusakan lingkungan terjadi semakin cepat sejalan dengan meluas dan mendalamnya eksploitasi sumber daya alam. Indonesia merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia dengan 2,053 milyar ton pada 2011.

Secara sosiologis dan ekologis, kenyataan ini jelas merugikan masyarakat dan kelestarian alam Indonesia. Sebagai negara yang percaya pada Ketuhanan yang Maha Esa, dengan mayoritas Islam, seharusnya hal ini tidak terjadi. Ajaran Islam jelas menegaskan, bahwa dilarang membuat kerusakan di muka bumi, apalagi dengan eksplotatif yang merusak lingkungan dan keseimbangan ekosistem (QS.7:56). Sebab, hal tersebut berdampak pada keterpurukan ekonomi dan kerusakan alam.

Sayangnya, keterpurukan yang harusnya bisa dihalau tetapi terus berjalan. Kesenjangan kepentingan pertumbuhan ekonomi dengan menjaga kelestarian lingkungan ini terjadi karena pola pembangunan ekonomi yang cenderung eksklusif dan didominasi oleh sektor industri modern padat modal. Di perdesaan kepemilikan dan kendali atas penggunaan lahan bergeser dari petani dan masyarakat desa ke tangan non-petani dan industri modern. Masyarakat desa yang paling berkepentingan tidak berdaya menghadapi derasnya investasi yang mengubah ruang sosial secara drastis. Sepuluh tahun terakhir perkembangan ini mendorong jutaan petani dan masyarakat desa keluar dari desa mereka mencari penghidupan baru – dengan begitu menimbulkan masalah baru – di kota.

Perlu adanya intervensi sistematis dari para perencana dan pelaksana pembangunan, terutama sektor publik dan pemerintah. Kebijakan baru diperlukan dan kebijakan lama yang baik perlu diperkuat pelaksanaannya untuk mengimbangi kepentingan pertumbuhan ekonomi dengan kepentingan pelestarian lingkungan. Di tingkat masyarakat perlu ada intervensi yang sistematis pula untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas masyarakat – terutama masyarakat desa – agar dapat mengembangkan produksi ekonomi, penataan ruang dan masyarakat, serta produksi energi terbarukan. Hanya dengan begitu masyarakat desa dapat berperan lebih besar dan menentukan dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Tentu ini bukan upaya yang mudah karena menyangkut perubahan cara pandang dan tatanan sosial. Berbagai “intervensi hijau” yang coba diperkenalkan selama ini gagal justru karena diterapkan dari atas dengan berbagai target yang berada di luar kendali dan pengetahuan masyarakat sendiri. Beberapa proyek pelestarian lingkungan seperti penetapan wilayah konservasi malah mengorbankan kepentingan ekonomi masyarakat dan akhirnya bermuara pada penyingkiran masyarakat dari wilayah hidup mereka atas nama kelestarian lingkungan. Rute tempuh seperti ini sudah semestinya ditinggalkan. Diperlukan pendekatan berbeda dalam intervensi hijau, yang melihat kaitan erat antara kegiatan ekonomi, kondisi lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat serta menyadari pentingnya partisipasi masyarakat dalam setiap upaya perubahan. Pendekatan multidisiplin dalam intervensi hijau antara lain dapat mencakup: (1) Demokrasi Ekonomi dan Penanggulangan Kemiskinan; (2) Agama, Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial; (3) Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan; (4) Lingkungan, Sanitasi dan Energi Bersih; (5) Perencanaan Spasial dan Pengembangan Komunitas Swadaya yang Berkelanjutan; (6) Manajemen Pengetahuan, Pengembangan Media dan Kebebasan Akses untuk Informasi.

Konsorsium Kemala

KONSORSIUM KEMALA adalah konsorsium yang terdiri dari 4 (empat) lembaga, yaitu Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-PBNU), Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM (PUSTEK UGM), Pusat Studi Energi UGM (PSE UGM), dan Center For Civic Engagement and Studies (CCES) Yogyakarta. Bertindak sebagai lead consortium adalah LAKPESDAM-PBNU. Bekerjasama dengan MCA-Indonesia, Konsorsium KEMALA melaksanakan project “Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin Melalui Usaha Hijau Didukung Energi Terbarukan”, berlokasi di Jorong Tandai, Nagari Lubuk Gadang Timur (Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat), Desa Rawasari dan Desa Sungai Rambut, (masing-masing di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi).

Kerangka project bertolak dari pemahaman yang menyeluruh tentang kaitan antara pertumbuhan ekonomi, kondisi lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat. Tujuan besarnya adalah untuk menanggulangi kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi, dengan cara meningkatkan produktivitas pertanian dan perikehidupan rumah tangga desa (rural household livelihood). Proyek ini juga sejalan dengan agenda untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals, 2015), terutama dalam kaitan mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan, mengembangkan komunitas swadaya, melestarikan lingkungan dan menghasilkan energi bersih. Proyek juga seiring dengan prioritas pemerintahan Jokowi – yang dikenal dengan sebutan Nawacita – khususnya dalam hal membangun Indonesia dari pinggir (desa) dan menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan dan keamanan manusia (human security).

Konsorsium Kemala melakukan rekruitmen 10 kader hijau tiap desa yang dilaksanakan melalui proses seleksi di desa. Kader Hijau adalah pemuda-pemudi yang merupakan warga desa/jorong setempat yang terpilih untuk menjadi fasilitator dan motor penggerak perubahan sosial di desa. Kader Hijau akan mengawal dan secara aktif terlibat dalam kegiatan peningkatan produktifitas yang diselenggarakan oleh project dari awal hingga menjaga keberlanjutannya.

Selama 5 hari (Minggu, 6 November 2016 – Rabu, 10 November 2016) kader hijau ketiga desa telah melaksanakan kegiatan Pelatihan Dasar Terpadu Kader Hijau (Green Visioning). Kegiatan ini menjadi awal dari kegiatan pembelajaran melalui Sekolah Hijau yang terdiri dari tiga tahap selama kurang lebih 8 bulan, yaitu pembelajaran dasar, pembelajaran menengah dan pembelajaran lanjut. Melalui kegiatan Green Visioning ini diharapkan dapat membangun visi, membuka wawasan dan mengembangkan pemahaman baru kepada kader hijau tentang pembangunan hijau dan pembangunan desa yang memanfaatkan potensi energi terbarukan dengan pengelolaannya yang berbasis komunitas dan sumber daya setempat. Kegiatan Green Visioning mengambil lokasi di kampus UGM dan dua desa percontohan sosial-ekonomi-budaya dan PLTS / energi terbarukan. Kegiatan Seminar Nasional ”Globalisasi, Demokrasi, Agama dan Lingkungan: Pendekatan Multidisiplin untuk Pembangunan Desa Berkelanjutan” menjadi rangkaian akhir kegiatan Green Visioning dan diharapkan menjadi wahana membangun visi bersama tentang pembangunan desa yang berkelanjutan.

Implementasi energi terbarukan sebagai penggerak ekonomu pedesaan melalui pengelolaan sumber daya lokal, dukungan teknisnya dengan meningkatkan kapasitas masyarakat, serta dorongan kebijakannya di tingkat desa/nagari, diharapkan menjadi model baru pengembangan energi terbarukan di Indonesia yang tidak hanya melihat dari sisi elektrifikasinya saja, namun juga bagaimana komunitas pedesaan yang mandiri dapat terbentuk sehingga keberlanjutan sistemnya dapat terjamin.

Seminar Nasional : Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin Melalui Praktek Usaha Hijau yang Didukung Energi Terbarukan

Pembangunan Desa Berkelanjutan

Dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pesat. Tahun 2014 Indonesia masuk jajaran sepuluh besar perekonomian dunia. Pertumbuhan tersebut harus dibayar mahal dengan ongkos sosial dan ekologis. Pesatnya pertumbuhan ekonomi berbanding terbalik dengan Indeks pembangunan manusia Indonesia yang masih rendah, justru meningkatkan kesenjangan sosial dan spasial (geografis). Kerusakan lingkungan terjadi semakin cepat sejalan dengan meluas dan mendalamnya eksploitasi sumber daya alam. Indonesia merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di dunia dengan 2,053 milyar ton pada 2011.
Secara sosiologis dan ekologis, kenyataan ini jelas merugikan masyarakat dan kelestarian alam Indonesia. Sebagai negara yang percaya pada Ketuhanan yang Maha Esa, dengan mayoritas Islam, seharusnya hal ini tidak terjadi. Ajaran Islam jelas menegaskan, bahwa dilarang membuat kerusakan di muka bumi, apalagi dengan eksplotatif yang merusak lingkungan dan keseimbangan ekosistem (QS.7:56). Sebab, hal tersebut berdampak pada keterpurukan ekonomi dan kerusakan alam.
Sayangnya, keterpurukan yang harusnya bisa dihalau tetapi terus berjalan. Kesenjangan kepentingan pertumbuhan ekonomi dengan menjaga kelestarian lingkungan ini terjadi karena pola pembangunan ekonomi yang cenderung eksklusif dan didominasi oleh sektor industri modern padat modal. Di perdesaan kepemilikan dan kendali atas penggunaan lahan bergeser dari petani dan masyarakat desa ke tangan non-petani dan industri modern. Masyarakat desa yang paling berkepentingan tidak berdaya menghadapi derasnya investasi yang mengubah ruang sosial secara drastis. Sepuluh tahun terakhir perkembangan ini mendorong jutaan petani dan masyarakat desa keluar dari desa mereka mencari penghidupan baru – dengan begitu menimbulkan masalah baru – di kota.
Perlu adanya intervensi sistematis dari para perencana dan pelaksana pembangunan, terutama sektor publik dan pemerintah. Kebijakan baru diperlukan dan kebijakan lama yang baik perlu diperkuat pelaksanaannya untuk mengimbangi kepentingan pertumbuhan ekonomi dengan kepentingan pelestarian lingkungan. Di tingkat masyarakat perlu ada intervensi yang sistematis pula untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas masyarakat – terutama masyarakat desa – agar dapat mengembangkan produksi ekonomi, penataan ruang dan masyarakat, serta produksi energi terbarukan. Hanya dengan begitu masyarakat desa dapat berperan lebih besar dan menentukan dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Tentu ini bukan upaya yang mudah karena menyangkut perubahan cara pandang dan tatanan sosial. Berbagai “intervensi hijau” yang coba diperkenalkan selama ini gagal justru karena diterapkan dari atas dengan berbagai target yang berada di luar kendali dan pengetahuan masyarakat sendiri. Beberapa proyek pelestarian lingkungan seperti penetapan wilayah konservasi malah mengorbankan kepentingan ekonomi masyarakat dan akhirnya bermuara pada penyingkiran masyarakat dari wilayah hidup mereka atas nama kelestarian lingkungan. Rute tempuh seperti ini sudah semestinya ditinggalkan. Diperlukan pendekatan berbeda dalam intervensi hijau, yang melihat kaitan erat antara kegiatan ekonomi, kondisi lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat serta menyadari pentingnya partisipasi masyarakat dalam setiap upaya perubahan. Pendekatan multidisiplin dalam intervensi hijau antara lain dapat mencakup: (1) Demokrasi Ekonomi dan Penanggulangan Kemiskinan; (2) Agama, Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial; (3) Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan; (4) Lingkungan, Sanitasi dan Energi Bersih; (5) Perencanaan Spasial dan Pengembangan Komunitas Swadaya yang Berkelanjutan; (6) Manajemen Pengetahuan, Pengembangan Media dan Kebebasan Akses untuk Informasi.

Konsorsium Kemala

KONSORSIUM KEMALA adalah konsorsium yang terdiri dari 4 (empat) lembaga, yaitu Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-PBNU), Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM (PUSTEK UGM), Pusat Studi Energi UGM (PSE UGM), dan Center For Civic Engagement and Studies (CCES) Yogyakarta. Bertindak sebagai lead consortium adalah LAKPESDAM-PBNU. Bekerjasama dengan MCA-Indonesia, Konsorsium KEMALA melaksanakan project “Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin Melalui Usaha Hijau Didukung Energi Terbarukan”, berlokasi di Jorong Tandai, Nagari Lubuk Gadang Timur (Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat), Desa Rawasari dan Desa Sungai Rambut, (masing-masing di Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi).
Kerangka project bertolak dari pemahaman yang menyeluruh tentang kaitan antara pertumbuhan ekonomi, kondisi lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat. Tujuan besarnya adalah untuk menanggulangi kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi, dengan cara meningkatkan produktivitas pertanian dan perikehidupan rumah tangga desa (rural household livelihood). Proyek ini juga sejalan dengan agenda untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals, 2015), terutama dalam kaitan mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan, mengembangkan komunitas swadaya, melestarikan lingkungan dan menghasilkan energi bersih. Proyek juga seiring dengan prioritas pemerintahan Jokowi – yang dikenal dengan sebutan Nawacita – khususnya dalam hal membangun Indonesia dari pinggir (desa) dan menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan dan keamanan manusia (human security).
Konsorsium Kemala melakukan rekruitmen 10 kader hijau tiap desa yang dilaksanakan melalui proses seleksi di desa. Kader Hijau adalah pemuda-pemudi yang merupakan warga desa/jorong setempat yang terpilih untuk menjadi fasilitator dan motor penggerak perubahan sosial di desa. Kader Hijau akan mengawal dan secara aktif terlibat dalam kegiatan peningkatan produktifitas yang diselenggarakan oleh project dari awal hingga menjaga keberlanjutannya.
Selama 5 hari (Minggu, 6 November 2016 – Rabu, 10 November 2016) kader hijau ketiga desa telah melaksanakan kegiatan Pelatihan Dasar Terpadu Kader Hijau (Green Visioning). Kegiatan ini menjadi awal dari kegiatan pembelajaran melalui Sekolah Hijau yang terdiri dari tiga tahap selama kurang lebih 8 bulan, yaitu pembelajaran dasar, pembelajaran menengah dan pembelajaran lanjut. Melalui kegiatan Green Visioning ini diharapkan dapat membangun visi, membuka wawasan dan mengembangkan pemahaman baru kepada kader hijau tentang pembangunan hijau dan pembangunan desa yang memanfaatkan potensi energi terbarukan dengan pengelolaannya yang berbasis komunitas dan sumber daya setempat. Kegiatan Green Visioning mengambil lokasi di kampus UGM dan dua desa percontohan sosial-ekonomi-budaya dan PLTS / energi terbarukan. Kegiatan Seminar Nasional ”Globalisasi, Demokrasi, Agama dan Lingkungan: Pendekatan Multidisiplin untuk Pembangunan Desa Berkelanjutan” menjadi rangkaian akhir kegiatan Green Visioning dan diharapkan menjadi wahana membangun visi bersama tentang pembangunan desa yang berkelanjutan.
Implementasi energi terbarukan sebagai penggerak ekonomu pedesaan melalui pengelolaan sumber daya lokal, dukungan teknisnya dengan meningkatkan kapasitas masyarakat, serta dorongan kebijakannya di tingkat desa/nagari, diharapkan menjadi model baru pengembangan energi terbarukan di Indonesia yang tidak hanya melihat dari sisi elektrifikasinya saja, namun juga bagaimana komunitas pedesaan yang mandiri dapat terbentuk sehingga keberlanjutan sistemnya dapat terjamin.

Kick of Meeting and Planning Workshop Konsorsium Kemala

Yogyakarta — Pasca Penandatanganan Konsorsium KEMALA (kerjasama dengan MCA-Indonesia), Lakpesdam PBNU sebagai bagian dari salah satu konsorsium terus melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan program yang bertema “Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Tanggal 21-23 Juli yang lalu, telah dilakukan pertemuan para ahli ( pertemuan ahli ) di Yogyakarta dan telah menghasilkan rancangan instrumen yang akan menjadi panduan tim penilai yang akan ditugaskan di tiga desa lokasi proyek untuk melaksanakan penelitian ( penilaian cepat ) tentang data dasar sosial, ekonomi dan Lingkungan, studi kelayakan penerapan PLTS dan energi terbarukan, serta rekruitmen calon kader hijau desa-desa tersebut.

Setelah penilaian panduan tersusunnya, tanggal 19-21 Agustus 2016, konsorsium KEMALA mengadakan rapat koordinasi yang melibatkan segenap tim manajemen bersama seluruh pihak yang akan ikut serta dalam pelaksanaan proyek. Para pihak itu antara lain para pimpinan dari lembaga lain anggota konsorsium, anggota komite pengarah Konsorsium KEMALA, kepala proyek, manajer proyek, para manajer dan manajer tim manajemen, manajemen daerah, wakil desa, serta para ahli (ahli).

Dalam rapat kordinasi yang diadakan di Yogyakarta tersebut, didahului Penjelasan Umum Peta Jalan dan Rencana Pelaksanaan Proyek termasuk Koordinasi Administrasi, Penatausahaan Keuangan, Monitoring Evaluasi dan Pelaporan. Hari kedua, seluruh peserta rakor dibagi dalam dua kelompok, pertama, kelompok pemberdayaan masyarakat yang melengkapi program tim yang berkaitan dengan manajemen proyek dan aspek pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan di lokasi program. Kedua, kelompok administrasi dan penatausahaan keuangan yang diundang oleh tim admin dan keuangan yang disetujui untuk pembekalan bidang manajemen keuangan dengan berbagai perincian dan perinciannya dalam pelaksanaan proyek.

Di hari terakhir terakhir rakor, diadakan komite pengarah rapat yang mengundang para pimpinan empat lembaga Konsorsium KEMALA dan seluruh tim manajemen proyek, mulai dari tingkat pusat hingga daerah dan mengundang desa. Sesi ini dimulai dengan seremonial dengan sambutan dari ketua Program SC Kemala, Prof. Dr. Ir. Moch. Maksum Mahfudh. Dibagikan sesi penandatanganan kesepakatan (MoU) kedua pembagian tugas masing-masing anggota konsorsium dan pemberian wewenang untuk tim manajemen sebagai eksekutif proyek. Sesi ini juga sekaligus sebagai penanda dimulainya proyek yang dihadiri segenap pemangku kepentingan termasuk pimpinan lembaga Nahdlatul Ulama dan Universitas Gadjah Mada.

Pertemuan rapat kordinasi ini juga menghasilkan berbagai kesepakatan terkait implementasi proyek, berberapa panduan dan alat yang digunakan, termasuk penilaian dan koordinasi antar tim manajemen pusat, tim manajemen daerah dan wakil desa, serta tim penilai dan tim studi kelayakan yang akan digunakan untuk kegiatan penilaian cepat ke lokasi proyek.

Sumber: http://lakpesdam.or.id/2016/09/06/kick-of-meeting-dan-planning-workshop-konsorsium-kemala/

STRATEGI PENGEMBANGAN PASAR RAKYAT RITEL LOKAL Di Daerah Istimewa Yogyakarta

Banyaknya keluhan pedagang kecil di pasar-pasar terhadap masifnya ekspansi ritel modern mendorong Pusat Studi Ekonomi Kerakyataan (PSEK) UGM menyusun strategi pasar rakyat bersama Lembaga Ombudsman DIY tahun 2016. Beberapa ritel modern dinyatakan melanggar Perda yang telah ditetapkan namun ekspansi massif ritel modern sampai pelosok-pelosok desa DIY masih terjadi. Banyaknya dijumpai produk pabrikan swasta di pasar-pasar rakyat membuktikan adanya dominasi produk swasta yang mayoritas dari pemodal luar. Fakta ini melemahkan posisi pelaku pedagang pasar maupun para peritel lokal. Regulasi pemerintah daerah baik berupa Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, maupun Peraturan Walikota yang mengatur soal ritel korporat/modern di DIY dinilai belum berdampak signifikan dalam mengerem ekspansi jaringan ritel modern yang masif terjadi. Alih-alih itu, regulasi tersebut justru seakan menjadi pendukung menjamurnya ritel modern.

Berdasarkan observasi di lapangan, Dinas Pasar dinilai belum mampu mengatasi berbagai persoalan struktural (semisal oligopoli, permainan harga, mafia kios, dan rentenir) di pasar karena peran aktifnya justru pada hal yang tidak terlalu signifikan yaitu pemungutan dan pengelolaan retribusi pedagang pasar. Renovasi, kios dan los dijadikan lahan bisnis bagi segelintir “penguasa pasar” dengan cara “dijualbelikan” dan atau dipindahtangankan secara ilegal namun sebenarnya juga diketahui oleh Dinas Pasar. Penerimaan daerah (APBD) yang bersumber dari pos pungutan retribusi pasar yang harusnya untuk kesejahteraan warga pasar justru belum dikelola sepenuhnya untuk warga pasar. Organisasi pasar, baik paguyuban dan koperasi pasar belum mampu mengatasi berbagai persoalan struktural di pasar seperti halnya permainan harga oleh para distributor oligopolis dan spekulan, serta jerat pemutar kapital dan rentenir yang terus berkembang di pasar-pasar. Lemahnya persatuan dan organisasi rakyat di pasar-pasar berakibat pada lemahnya pula persatuan dan jaringan antarpasar.

Melihat fakta-fakta ini, PSEK memberikan rekomendasi tahapan revitalisasi perekonomian rakyat yang berbasis pada nilai demokrasi dan koperasi dengan tahapan sebagai berikut: 1) Penguatan modal intelektual melalui forum-forum pengembangan kapasitas; 2) Penguatan modal institusional dengan memanfaatkan forum pengembangan kapasitas yang sebelumnya sudah terbentuk dalam rangka beralih ke tahap kerja komunal yang mengintegrasikan pengelolaan modal dan usaha bersama melalui koperasi. 3) Penguatan modal material melalui Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pasar (APBPas) setiap tahun agar pedagang pasar dapat mengetahui neraca keuangan pasar dari sisi pendapatan retribusi pasar dan alokasi APBD ke pasar-pasar, pengembangan jejaring dan kerjasama dengan supplier seperti halnya koperasi tani, dan perintisan koperasi sekunder yang menaungi koperasi pasar di seluruh pasar di wilayah DIY yang berfungsi melakukan pengadaan barang dan permodalan secara kolektif di pasar-pasar.

Perjanjian Hibah antara MCAI dengan Konsorsium Kemala Ditandatangani

JAKARTA, LAKPESDAM.or.id — Setelah melalui proses panjang sejak bulan Oktober 2015, akhirnya pada Jumat 24 Juni 2016, telah dilakukan penandatanganan perjanjian hibah Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat (PSDABM) antara Millenium Challenge Account Indonesia (MCAI) dengan Konsorsium Kemala (Konsorsium untuk Energi Mandiri dan Lestari), di kantor MCAI, Gedung MR21, Lantai 11, Jalan Menteng Raya 21, Jakarta Pusat. Penandatanganan dilakukan oleh Ibu Bonari Siahaan sebagai perwakilan MCAI serta Dr. Rumadi Ahmad dan Dr. Marzuki Wahid sebagai perwakilan Konsorsium.

Kemala merupakan konsorsium yang dipimpin oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Masyarakat Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-PBNU) yang beranggotakan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM (PUSTEK UGM), Pusat Studi Energi UGM (PSE UGM), dan Center For Civic Engagement and Studies (CCES atau Pusat Kajian dan Penguatan Kewargaan).

Hibah PSDABM yang diterima Konsorsium Kemala bertajuk Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga Miskin melalui Usaha Hijau yang Didukung oleh Energi Terbarukan dengan nilai hibah sebesar Rp 16,7 Milyar yang berlokasi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi dan Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat.
Pemberian Hibah dari MCAI kepada Konsorsum Kemala ini merupakan ikhtiar nyata NU dan UGM untuk memadukan kemampuan kedua lembaga besar ini dengan kemampuan pengelolaan teknologi energi terbarukan dan pengembangan perekonomian kerakyatannya; Serta NU dan CCES dengan basis pengelolaan komunitas yang partisipatif dan pendidikan advokasi kebijakan.

Jenis energi terbarukan yang akan dikembangkan dalam hibah ini adalah pembangkit listrik tenaga surya yang akan digunakan sebagai pemicu peningkatan kualitas hidup masyarakat setempat dengan akses energi rendah emisi karbon, di antaranya melalui, 1) penerangan pada malam hari, 2) energi untuk mengelola komoditas perekonomian lokal (limbah pertanian, perkebunan, dan perikanan), serta 3) energi untuk penyediaan air bersih melalui pompa air bertenaga surya.
Implementasi energi terbarukan ditargetkan akan menumbuhkan lapangan pekerjaan (green jobs), peningkatan pengetahuan administrasi dan keuangan, peningkatan waktu belajar di malam hari, dan peningkatan kualitas kesehatan akibat ketersediaan air bersih.

Beberapa green jobs yang ditargetkan muncul di antaranya adalah 1) pekerjaan lokal untuk mendukung masa hibah, 2) lembaga pengelola administrasi dan keuangan energi, 3) personel operasional dan pemeliharaan, dan 4) pengelolaan komoditas lokal beserta rantai produksi, distribusi, dan pemasarannya.

Sementara sebagai salah satu strategi peningkatan kapasitas, Konsorsium akan membentuk Sekolah Hijau yang terdiri dari 3 tahapan pembelajaran yaitu, pendidikan dasar (peningkatan wawasan dan karakter individu), pendidikan menengah (keterampilan dan penguatan kelembagaan), serta pendidikan lanjut (penguatan jaringan dan pemasaran). Peserta Sekolah Hijau nantinya adalah masyarakat desa berbagai lapisan dan profesi dengan afirmasi peserta dari penduduk miskin dan kelompok perempuan.

Lebih lanjut, Konsorsium Kemala juga akan melakukan usaha-usaha riil lain berkenaan dengan pengembangan komunitas, peningkatan kapasitas, pengelolaan pengetahuan, serta advokasi kepada para pemangku kepentingan, sebagai strategi untuk mencapai keberlanjutan sistem energi terbarukan hingga jauh setelah masa hibah berakhir. Hibah ini sendiri akan berakhir pada 31 Desember 2017.

Sumber: http://lakpesdam.or.id/2016/06/27/perjanjian-hibah-antara-mcai-dengan-konsorsium-kemala-ditandatangani/

RENCANA AKSI DAERAH PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN KABUPATEN PENAJAM UTARA TAHUN 2015 – 2018

Sebuah upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Penajam Paser Utara telah dikaji oleh Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) UGM bekerjasama dengan Bappeda. Kajian yang dilakukan dijadikan pedoman bagi seluruh elemen pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam melaksanakan aksi penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Penajam Paser Utara. Kajian memaparkan kondisi dan permasalahan kemiskinan, diagnosis kemiskinan, dan Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten tersebut.

Dalam melakukan aksi penanggulangan kemiskinan, keberhasilan aksi sangat ditentukan oleh ketepatan dalam mendiagnosis penyebab kemiskinan dan pilihan kebijakan serta program aksi konkrit yang diambil oleh pemangku kebijakan, dalam hal ini utamanya adalah Pemerintah Daerah dan DPRD. Kebijakan dan program aksi tersebut sangat dipengaruhi oleh struktur sosial ekonomi dan lingkungan strategis daerah dan perspektif yang digunakan oleh pemangku kebijakan. Lingkungan strategis meliputi berbagai potensi dan kendala yang secara faktual (empiris) dihadapi dalam penanggulangan kemiskinan daerah, berbagai dokumen perencanaan daerah (RPJPD/RPJMD), serta peraturan terkait penanggulangan kemiskinan, seperti halnya Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) yang sudah tersedia.

Meskipun Kabupaten Penajam Paser Utara memiliki basis sumber daya alam yang cukup umumnya namun daerah ini erat dengan kemiskinan struktural, yaitu  ketimpangan struktur ekonomi, pengaliran uang dan modal ke luar daerah, dan kelambatan pertumbuhan bisnis daerah karena belum optimalnya pengembangan potensi lokal basis produksi warga miskin, utamanya pertanian. Diperlukan kebijakan dan program aksi yang memadai dan secara spesifik. Pemahaman terhadap fenomena permasalahan, pola, dan profil kemiskinan dan pengangguran serta penyebab dan faktor-faktor lain yang berpengaruh sangat diperlukan dalam perumusan strategi intervensi prioritas program dan penetapan jenis kegiatan serta alokasi sumber yang diperlukan. Hal ini sangat penting karena bagi Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara yang bersinggungan langsung dengan masyarakat memerlukan kebijakan-kebijakan yang bersifat intervensi untuk mengupayakan pengentasan kemiskinan. Upaya-upaya intervensi tersebut menuntut adanya ketersediaan referensi dan petunjuk detail tentang langkah-langkah dan kondisi serta potensi dari permasalahan kemiskinan dan juga pengangguran.

Dalam rangka menjamin keberhasilan program Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, maka perlu dilakukan penyusunan rencana aksi yang berisikan program-program dan kegiatan lintas sektor dan lintas wilayah secara terpadu. Rencana Aksi Daerah (RAD) yang dimaksud mencakup perbaikan terhadap program perlindungan sosial, peningkatan akses terhadap pelayanan dasar, pemberdayaan kelompok masyarakat miskin dan pembangunan inklusif sebagaimana diamanatkan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Kemiskinan struktural yang dihadapi Kabupaten PPU memerlukan intervensi struktural, yaitu penyelenggaraan ekonomi kerakyatan sesuai amanat konstitusional khususnya Pasal 33 UUD 1945. Kunci dari penanggulangan kemiskinan berbasis penyelenggaraan ekonomi kerakyatan adalah peningkatan peran dan partisipasi rakyat kecil, miskin dalam perekonomian. Di samping itu, upaya ini memerlukan peran vital negara dalam mengelola kekayaan SDA sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini maka diperlukan pola relasi baru Pemerintah Daerah dengan usaha swasta besar. Perlu ditekankan kembali bahwa penyelenggaraan ekonomi kerakyatan dalam menanggulangi kemiskinan meliputi agenda pemekerjaan, pengembangan sumber daya manusia, penguatan kelembagaan rakyat, peningkatan sarana-prasarana, dan penyediaan jaminan sosial (hidup, pendidikan, dan kesehatan). Sebagai rekomendasi akhir maka Rencana Aksi ini semestinya dituangkan dalam bentuk Perda/SK Bupati, dijadikan dasar dalam penyusunan APBD, dan perumusan berbagai program dan kegiatan SKPD.

Pemerintah Dinilai Kurang Memperhatikan Pasar Tradisional

YOGYAKARTA – Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat keberadaan pasar tradisional yang saat ini mulai tergusur oleh makin masifnya penetrasi dan ekspansi pasar-pasar modern. Berdasarkan hasil survei, telah terjadi penurunan omset pasar rakyat sebesar 18 persen dalam kurun waktu 8 tahun bahkan mengalami pertumbuhan negatif 8,1%. “Ada 12,6 juta pedagang pasar beserta keluarga dan karyawannya yang terancam ekonominya,” kata peneliti Pustek Puthut Indroyono yang disampaikan dalam diskusi bulanan Pustek, kamis (26/9).

Menurut Puthut, keberpihakan pemangku kepentingan dalam mendorong perbaikan struktur dan sistem ekonomi pasar tradisional sangat dibutuhkan, jika tidak, maka liberalisasi perdagangan dengan munculnya pasar modern akan  mematikan sebagian pasar tradisional.

Dia tidak sependapat apabila konsep revitalisasi pasar tradisional diartikan sekedar memperbaiki bangunan fisik semata, atau menertibkan pedagang. Menurutnya, cara pandang tersebut keliru, karena kebijakan itu hanya untuk memenuhi selera konsumen yang telah mengalami pergeseran. Apalagi sampai memfasilitasi masuknya produk dari luar. Yang dibutuhkan justru sebaliknya, menjembatani akses produk lokal kepada masyarakat. “Sudah seharusnya yang diperhatikan itu produk dan pedagang yang ada di dalam pasar tradisional,” katanya.

Ia pun mengusulkan agar pemerintah dan pemangku kepentingan melakukan program pembinaan dan pelatihan bekerjasama dengan pedagang dan paguyuban pedagang. Disamping perbaikan fisik dan finansial, peningkatan kualitas SDM, modal sosial dan modal institusional.

Program yang diusulkan tersebut diakui Puthut berdasarkan hasil studi Pustek pada 15 pasar rakyat di DIY. Dari studi tersebut, ditemukan ratusan ribu pedagang memiliki tingkat pendidikan rendah. Produk yang dijual umumnya buatan pabrik yang berkualitas rendah serta inovasi lokal sangat terbatas. Lebih dari itu, masih minimnya promosi dan edukasi konsumen serta kurangnya jejaring yang menjadikan pelayanan yang disediakan ala kadarnya. “Solusi yang kita tawarkan adalah penguatan pasar tradisional melalui pembaharuan mindset, kemitraan produsen lokal dan koperasi tradisional,” ujarnya.

Yang tidak kalah penting menurut Puthut, pemerintah perlu menggencarkan promosi cinta pasar tradisional melalui berbagai media publik serta inovasi layanan sehingga pasar tradisional bisa menarik banyak pelanggan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Sumber: https://ugm.ac.id/id/berita/8270-pemerintah-dinilai-kurang-memperhatikan-pasar-tradisional

Pustek UGM Kembangkan Model Penyelenggaraan Ekonomi Kerakyatan Tingkat Desa

Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM tengah melakukan kajian untuk mengembangkan model penyelenggaraan ekonomi kerakyatan di desa-desa di seluruh Indonesia, dimulai dari desa miskin di sekitar hutan Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta. Pernyataan tersebut disampaikan Anjar Priono, S.E., M.Si., salah satu anggota tim peneliti Pustek UGM, dalam seminar bulanan di kantornya, Jumat (27/3).

Didampingi dua anggota tim lainnya, Drs. Putut Indriyono dan Istianto Ari Wibowo, S.E., lebih jauh Anjar menjelaskan program model desa inkubator ekonomi kerakyatan. Program bertujuan untuk mendorong penyelenggaraan ekonomi kerakyatan di tingkat basis desa berdasarkan potensi, masalah, dan strategi. Potensi, masalah, dan strategi yang dimaksud terkait dengan aspek produksi, konsumsi, distribusi, dan alokasi penguasaan faktor-faktor produksi desa serta kelembagaan ekonomi.

“Model ini diharapkan dapat diterapkan pada desa-desa di Indonesia dengan kontekstualitas kondisi dan masalah tingkat lokal,” jelas Anjar. Menurutnya, ketiadaan model operasional ekonomi kerakyatan di tingkat lokal menjadi masalah di tengah-tengah ketidakadilan, kemiskinan, dan pengangguran dewasa ini. Beberapa pelaku ekonomi rakyat di desa kini menghadapi masalah karena minimnya kepemilikan faktor produksi, di samping kesulitan akses pasar.

“Banyak daerah, bahkan partai politik secara eksplisit menyatakan ekonomi kerakyatan sebagai bagian dari visi, misi, dan strategi pembangunannya. Namun, belum ada suatu model ideal yang menjadi ukuran penyelenggaraan ekonomi kerakyatan di tingkat desa,” imbuhnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Sumber: https://ugm.ac.id/id/berita/742-pustek-ugm-kembangkan-model-penyelenggaraan-ekonomi-kerakyatan-tingkat-desa