Yogyakarta, 31 Januari 2025 — Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (PUSEKRA UGM) baru-baru ini mengadakan Diskusi Teras Pusekra edisi pertama, yang mengangkat tema Prediksi Masa Depan Ekonomi dan Politik di Pemerintahan Baru.
Diskusi ini bertujuan untuk membahas tantangan dan peluang yang akan dihadapi oleh pemerintahan baru, baik dari sisi ekonomi maupun politik.
Diskusi tersebut menghadirkan dua narasumber utama: Peneliti Senior PUSEKRA UGM, Dr. Dumairy, M.A., dan Wakil Rektor UGM, Dr. Arie Sudjito, S.Sos., M.Si. Sementara itu, Kepala PUSEKRA UGM, Dr. Rachmawan Budiarto, berperan sebagai moderator.
Dalam diskusi ini, para pakar menganalisis berbagai warisan kebijakan dan tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintahan yang baru terbentuk, dengan fokus pada ketimpangan ekonomi dan dinamika politik yang semakin kompleks.
Warisan dan Titipan Kebijakan
Pemerintahan baru, menurut Dr. Dumairy, tidak memulai perjalanan mereka dari titik nol. Banyak kebijakan dan program yang sudah ada sebelumnya yang akan diteruskan.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang telah disusun oleh pemerintahan sebelumnya.
Selain itu, proyek strategis nasional dan kebijakan fiskal yang telah berjalan, seperti program makan siang gratis dan kebijakan terkait APBN, turut menjadi pertimbangan dalam perencanaan pemerintahan baru.
“APBN 2025 merupakan hasil rancangan pemerintahan sebelumnya, yang diprediksi akan mengalami defisit anggaran sebesar 616 triliun rupiah. Pemerintah saat ini mencoba mengubah istilah defisit menjadi ‘pembiayaan anggaran’ untuk menciptakan kesan positif, meskipun tantangan dalam pengelolaan utang negara tetap menjadi perhatian utama,” ujar Dr. Dumairy.
Tantangan Ekonomi dan Ketimpangan
Salah satu isu krusial yang dibahas dalam diskusi ini adalah ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang semakin tajam.
Sebagian besar nilai tambah ekonomi sering kali hanya dinikmati oleh pemegang modal besar, sementara kesejahteraan pekerja tidak mengalami peningkatan signifikan. Fenomena ini berkontribusi pada ketimpangan ekonomi yang semakin dalam.
Dr. Dumairy menjelaskan, “Diskusi ini menyoroti bagaimana Pancasila sebagai dasar negara menekankan keadilan sosial, bukan hanya pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, kebijakan yang diimplementasikan cenderung lebih berfokus pada pertumbuhan tanpa mempertimbangkan pemerataan ekonomi yang berkeadilan.”
Menurut Dr. Dumairy, pemerintahan baru harus memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan tidak hanya berbasis angka, tetapi juga mencerminkan kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Demokrasi dan Oligarki Politik
Di sisi politik, pemerintahan baru dihadapkan pada tantangan serius berupa pengaruh oligarki dalam sistem demokrasi Indonesia.
Meskipun sistem politik Indonesia telah mengalami desentralisasi dalam beberapa dekade terakhir, namun tanpa disertai dengan reformasi sistem kepartaian yang memadai, partai-partai politik di Indonesia masih didominasi oleh elite-elite tertentu yang memperkuat kepentingan oligarki ekonomi.
“Meningkatnya biaya politik dalam pemilu menjadikan politik semakin eksklusif bagi mereka yang memiliki sumber daya finansial besar,” kata Dr. Arie Sudjito. “Hal ini menyebabkan minimnya keterwakilan masyarakat dalam pengambilan kebijakan dan semakin memperkuat kekuatan oligarki dalam pemerintahan.”
Reformasi sistem politik yang lebih inklusif dan representatif menjadi keharusan agar kekuatan politik tidak hanya dikuasai oleh segelintir elit, tetapi dapat mencerminkan aspirasi dan kepentingan rakyat yang lebih luas.
Reformasi yang Diperlukan
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintahan baru perlu melakukan beberapa reformasi mendasar. Salah satunya adalah tata ulang kepemilikan dan pengelolaan sumber daya ekonomi, termasuk tanah, tambang, dan sektor-sektor strategis lainnya, agar lebih berpihak pada rakyat.
Selain itu, reformasi sistem kepartaian juga penting untuk memastikan adanya partisipasi politik yang lebih inklusif dan mengurangi dominasi oligarki dalam politik.
Dr. Arie Sudjito menegaskan, “Jika pemerintahan tidak segera melakukan reformasi ini, maka kita akan menghadapi siklus yang terus berulang di mana ketimpangan ekonomi dan politik semakin tajam, menghambat pertumbuhan yang berkeadilan.”
Penting juga untuk memperkuat peran pendidikan dan kampus dalam ekonomi rakyat. Dunia akademik harus berkontribusi pada penguatan ekonomi berbasis masyarakat yang lebih berkeadilan, bukan hanya berfokus pada pertumbuhan yang tidak merata.
Tantangan dan Harapan
Diskusi Teras Pusekra edisi pertama ini diakhiri dengan pesan dari Dr. Rachmawan Budiarto, yang menyampaikan harapannya agar pemahaman yang lebih baik tentang tantangan ekonomi dan politik dapat menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintahan baru.
“Melalui diskusi kritis seperti ini, diharapkan ada pemahaman yang lebih baik mengenai tantangan yang dihadapi serta langkah-langkah strategis yang dapat diambil oleh pemerintahan baru demi Indonesia yang lebih adil dan sejahtera,” kata Dr. Rachmawan.
Pemerintahan baru menghadapi sejumlah tantangan besar, baik dalam aspek ekonomi maupun politik.
Dengan berbagai kebijakan yang diwariskan sebelumnya, mereka harus menemukan cara untuk menavigasi tantangan tersebut, mengelola ketimpangan yang ada, dan mendorong reformasi agar Indonesia bisa maju secara berkeadilan.
sumber: https://sekampus.com/reformasi-ekonomi-dan-politik-analisis-pusekra-ugm-tentang-pemerintahan-baru/
Anda bisa menonton ulang rekaman Diskusi Teras Pusekra UGM melalui tautan Youtube berikut!